Tersenyum
dalam buaian nostalgia, menyapa kesunyian yang tersimpan rapih dalam teka-teki
masa depan. Kecupan sang pelepas serpihan
rindupun menyentil memori pahit-manis kehidupan yang dilalui. Derasnya hujan
memaksaku ‘tuk memeluk erat baju tipis yang kukenakan, hingga membuatku
mendongak kehadapan senja dengan senyum syukur kehadirat-Nya. Aku bergumam, “there’s always a way to make you realize how
should to be grateful in your life”.
Bak tersentak halilintar kenestapaan, jalanan
yang berlubang itu memberikan beribu alasan dalam menjalani medan pertempuran
tuk meraih masa depan. Perjalanan menuju gubuk pelangi menghabiskan waktu dua
jam dari kampus tercinta itu membuatku mual lantaran jalanan yang berlubang
sepanjang Wanaherang hingga Griya Bukit Jaya. Perlahan tapi pasti, mata yang selalu
mendapat julukan jendela dunia milikku menemukan titik harapannya.
Jalanan yang berlubang itu tergenang air
bercampur tanah merah yang mampu mengotori baju putih milikmu. Jalanan yang berlubang
itu dipenuhi batu kerikil yang bisa menyakiti kaki milikmu. Jalanan yang berlubang
itu mampu membuatmu sadar akan pahit serta manisnya kehidupan yang kamu miliki.
Hatiku tersentil ngilu dibuatnya.
Ia mengejaku untuk mengeratkan tangan saat
ada guncangan besar akibat melewati lubang yang berada didekatku. Ia menuntunku
untuk memahami bahwa jalan tak selamanya sesuai kehendak diri sendiri. Ia
mengejaku untuk memahami bahwa setiap lubang memiliki sebuah noktah air mata
yang diikuti dengan tawa. Ia menuntunku untuk bersabar dalam menghadapi berbagai
kesulitan. Ia mengejaku untuk berpegang teguh pada keyakinan yang diminati. Ia
mengejaku untuk memahami bahwa lubang itu ibarat masalah yang harus
diselesaikan dengan baik, bukan menghindarinya namun menghadapinya dengan
keyakinan diri. Ia menuntunku untuk mengerti bahwa banyak jiwa diluar sana yang
lebih menderita daripada aku, mungkin juga kamu. Bahwa kita harus bersyukur.
Terucap kata ‘Hamdallah’ atas noktah kehidupan yang Illahi beikan kepada
hamba-Nya. Terpancar senyuman yang menerangi gegap gumpita duniawi yang fana.
Terbersit luka yang membuat orang menjadi lebih lebih tegar dalam kemurkaan
duniawi. Terpanah api cinta dalam setiap bait-bait rindu yang terucap atas nama
cinta kepada Illahi Rabbi. Sukma terasa tenang dan damai lantaran kebahagiaan
surgawi menanti dipelupuk mata untuk perjalanan syuhada.