Waktu menunjukkan tepat pukul 12.00 siang. Perut para siswa sudah pada menjerit minta diisi, sementara ibu Marliana masih betah cuap-cuap di depan kelas. Ada siswa yang masih memperhatikan, tetapi lebih banyak di antara mereka yang pikirannya sudah melalangbuana, membayangkan lezatnya bakso dan segarnya es jus di kantin sekolah.
Delia adalah salah satu siswi yang tidak konsentrasi belajar. Bukan karena lapar, haus atau ngantuk, tetapi ia sedang bingung. Dua lembar undangan ulang tahun tergeletak di atas mejanya. Yang satu, undangan ulang tahun sahabatnya, Erina. Yang lainnya adalah undangan ulang tahun Vency, siswi terpopuler di sekolah. Delia ingin pergi ke pesta Erina dan Vency. Tetapi masalahnya adalah jam dan hari kedua undangan itu sama. Ia bingung harus pergi ke pesta yang mana akhir pekan ini?
Erina adalah sahabat Delia sejak kecil. Ia sahabat yang baik dan setia. Mereka sudah seperti saudara, saking dekatnya. Mereka saling berbagi dan saling mengasihi. Kalau Delia sedih, Erina selalu menghibur. Erina selalu ada di sisi Delia kala suka maupun duka. Bersama Erina, Delia merasa nyaman dan bahagia. Tidak ada sahabat yang paling baik di dunia ini selain Erina.
Delia ingin pergi ke pesta ulang tahun Erina. Ia tidak mau membuat Erina sedih dan kecewa. Akankah ia memilih pergi ke pesta sahabatnya ini?
Delia adalah salah satu siswi yang tidak konsentrasi belajar. Bukan karena lapar, haus atau ngantuk, tetapi ia sedang bingung. Dua lembar undangan ulang tahun tergeletak di atas mejanya. Yang satu, undangan ulang tahun sahabatnya, Erina. Yang lainnya adalah undangan ulang tahun Vency, siswi terpopuler di sekolah. Delia ingin pergi ke pesta Erina dan Vency. Tetapi masalahnya adalah jam dan hari kedua undangan itu sama. Ia bingung harus pergi ke pesta yang mana akhir pekan ini?
Erina adalah sahabat Delia sejak kecil. Ia sahabat yang baik dan setia. Mereka sudah seperti saudara, saking dekatnya. Mereka saling berbagi dan saling mengasihi. Kalau Delia sedih, Erina selalu menghibur. Erina selalu ada di sisi Delia kala suka maupun duka. Bersama Erina, Delia merasa nyaman dan bahagia. Tidak ada sahabat yang paling baik di dunia ini selain Erina.
Delia ingin pergi ke pesta ulang tahun Erina. Ia tidak mau membuat Erina sedih dan kecewa. Akankah ia memilih pergi ke pesta sahabatnya ini?
***
Kelas sudah sepi. Semua siswa pada menyerbu kantin, gara-gara ibu Marliana tadi menyita sepuluh menit waktu makan siang mereka. Di kelas hanya ada Delia yang masih bingung memilih ke pesta ulang tahun siapa ia harus pergi malam minggu nanti?
Betapa inginnya Delia berteman dengan Vency, cewek terpopuler di sekolah itu. Vency adalah gadis yang cantik dan kaya. Ayahnya adalah pemilik sekolah itu. Cowok-cowok di sekolah, maupun di luar sekolah pada ngejar-ngejar dia. Ia juga pandai bergaul sehingga banyak yang menjadi temannya.
Delia ingin popoler juga seperti Vency. Mungkin dengan menjadi temannya, dia bisa kecipratan kepopuleran Vency. Tetapi Delia adalah anak yang pemalu dan tidak pandai bergaul. Temannya hanya sedikit dan termasuk dalam kelompok orang-orang cupu di sekolah.
Maka, ketika menemukan undangan dari Vency di lokernya, ia kegirangan. Di plastik undangan itu tertulis “Untuk Delia”. Jadi itu bukan sekedar terselip atau salah taruh, tapi memang benar-benar untuknya. Bahkan, untuk memastikan, Delia pun bertanya pada Vency apakah undangan itu untuknya?
“Ya, iyalah, Del. Emang lo nggak bisa baca, ya? Jelas-jelas di plastiknya gue tulis nama lo. Datang, ya. Oh, ya, karena temanya pajamas party, lo harus pake baju tidur. Gue kasih tau ini sebelumnya supaya lo nggak salah kostum, kan lo malu sendiri kalo saltum. Dandan yang cantik, ya!” kata Vency.
Bagi Delia, adalah suatu kehormatan bisa diundang oleh Vency. Jarang-jarang, loh! Akankah ia memilih ke pesta cewek populer ini?
Betapa inginnya Delia berteman dengan Vency, cewek terpopuler di sekolah itu. Vency adalah gadis yang cantik dan kaya. Ayahnya adalah pemilik sekolah itu. Cowok-cowok di sekolah, maupun di luar sekolah pada ngejar-ngejar dia. Ia juga pandai bergaul sehingga banyak yang menjadi temannya.
Delia ingin popoler juga seperti Vency. Mungkin dengan menjadi temannya, dia bisa kecipratan kepopuleran Vency. Tetapi Delia adalah anak yang pemalu dan tidak pandai bergaul. Temannya hanya sedikit dan termasuk dalam kelompok orang-orang cupu di sekolah.
Maka, ketika menemukan undangan dari Vency di lokernya, ia kegirangan. Di plastik undangan itu tertulis “Untuk Delia”. Jadi itu bukan sekedar terselip atau salah taruh, tapi memang benar-benar untuknya. Bahkan, untuk memastikan, Delia pun bertanya pada Vency apakah undangan itu untuknya?
“Ya, iyalah, Del. Emang lo nggak bisa baca, ya? Jelas-jelas di plastiknya gue tulis nama lo. Datang, ya. Oh, ya, karena temanya pajamas party, lo harus pake baju tidur. Gue kasih tau ini sebelumnya supaya lo nggak salah kostum, kan lo malu sendiri kalo saltum. Dandan yang cantik, ya!” kata Vency.
Bagi Delia, adalah suatu kehormatan bisa diundang oleh Vency. Jarang-jarang, loh! Akankah ia memilih ke pesta cewek populer ini?
***
Akhirnya, setelah berpikir cukup lama, dengan menghabiskan jam pelajaran matematika yang memusingkan kepala, Delia membuat keputusan. Ia akan pergi ke pesta ulang tahun Vency. Menurutnya, kalo ke pesta Erina kan sudah sering, tetapi kalo ke pesta Vency, kapan lagi…? Sekali seumur hidup, bo!
“Rin…,” panggil Delia pada Erina di pintu gerbang sekolah.
“Ada apa, Del?”
“Ehm… kayaknya aku nggak bisa datang ke ulang tahunmu sabtu ini. Aku… aku ada acara lain. Maaf, ya.”
“Kamu pasti mau ke pesta ulang tahun Vency,”
“Eh…em… i…. iya. Abisnya, ini pertama kalinya Vency ngundang aku. Jarang-jarang, kan, dia ngundang orang-orang yang nggak terkenal seperti kita. Rin, Kamu nggak marah, kan? Maaf, ya… aku janji, kalo sempat, aku pasti ke rumahmu.”
“It’s ok, no problem. Tapi apa kamu yakin akan ke sana? Di sana kan orang-orang terkenal semua. Kalo kamu dicuekin gimana?”
“Aku akan mencoba untuk menyesuaikan diri.”
“Hm… ya sudah, have a nice party.”
“Makasih, ya, Rin. Kamu emang sahabatku yang paling pengertian,” Delia memeluk Erina dan bergegas pulang.
Sebenarnya Erina sangat kecewa karena sahabatnya lebih memilih ke pesta ulang tahun orang lain daripada ke pestanya sendiri. Padahal ia berharap, di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas ini, ia bisa memberikan first cake (potongan kue pertama) kepada sahabatnya ini.
“Rin…,” panggil Delia pada Erina di pintu gerbang sekolah.
“Ada apa, Del?”
“Ehm… kayaknya aku nggak bisa datang ke ulang tahunmu sabtu ini. Aku… aku ada acara lain. Maaf, ya.”
“Kamu pasti mau ke pesta ulang tahun Vency,”
“Eh…em… i…. iya. Abisnya, ini pertama kalinya Vency ngundang aku. Jarang-jarang, kan, dia ngundang orang-orang yang nggak terkenal seperti kita. Rin, Kamu nggak marah, kan? Maaf, ya… aku janji, kalo sempat, aku pasti ke rumahmu.”
“It’s ok, no problem. Tapi apa kamu yakin akan ke sana? Di sana kan orang-orang terkenal semua. Kalo kamu dicuekin gimana?”
“Aku akan mencoba untuk menyesuaikan diri.”
“Hm… ya sudah, have a nice party.”
“Makasih, ya, Rin. Kamu emang sahabatku yang paling pengertian,” Delia memeluk Erina dan bergegas pulang.
Sebenarnya Erina sangat kecewa karena sahabatnya lebih memilih ke pesta ulang tahun orang lain daripada ke pestanya sendiri. Padahal ia berharap, di hari ulang tahunnya yang ke tujuh belas ini, ia bisa memberikan first cake (potongan kue pertama) kepada sahabatnya ini.
***
Ruangan itu cukup gelap dengan cahaya remang lampu disko berkelap-kelip di sana-sini. Suara musik keras memekakan telinga. Beberapa orang menari mengikuti irama musik itu, dan yang lainnya asyik ngobrol dan menggosip sambil minum-minum.
Itulah suasana pesta ulang tahun Vency. Dalam sekejap rumah gede Vency di sulap menjadi diskotik. Delia hanya celingukan seperti orang bodoh di tempat itu. Bajunya juga lain dari pada yang lain. Semua berpakaian serba terbuka atas bawah, sementara dia memakai baju tidur pink motif bunga-bunga dengan boneka teddy bear kecil dipelukannya.
Jelas-jelas kata Vency tadi siang, tema pestanya adalah pajamas party, tapi kenapa hanya dia saja yang memakai baju tidur? Apakah ia salah dengar, tadi? Tidak mungkin! Atau, apakah dia salah masuk rumah? Saat ia beranjak pergi, namanya dipanggil.
“Hai, Delia. Lo mau ke mana? Pesta baru aja di mulai, kok lo udah buru-buru mau pulang?” Tanya Vency sambil menahan tawa.
“Ven, gimana, sih? Tadi siang kamu bilang kalo aku harus pakai baju tidur karena tema pestamu pajamas party, kok sekarang cuma aku yang pakai baju tidur?”
“Oh, jadi lo kira lo saltum gitu? Nggak lagi, Del. Ini baru pesta awal. Ntar lagi mereka ganti baju tidur, kok. Nyantai aja, kali.”
Vency menarik tangan Delia ke meja di sudut ruangan, lalu memberinya minuman.
“Nyantai aja, Del. Ntar, kalo cowok-cowok itu sudah pulang, baru kita mulai pajamas partynya. Sambil nunggu, lo minum aja dulu, nih,” Vency menyodorkan segelas minuman keras.
Delia meminumnya sedikit dan merasa mual, “Minuman apa ini, Ven? Kok rasanya aneh?”
“Itu minuman dari luar negeri. Jelas aneh, lo kan baru pertama kali minum itu. Lo duduk di sini aja dulu, gue mau ke tempat teman-teman gue dulu. Atau mungkin lo mau ikutan nge-dance, juga boleh. Nikmati aja pestanya,” kata Vency, lalu ia pergi sambil cekikikan.
Vency mengajak Delia untuk menikmati pesta ini, tetapi Delia sama sekali tidak nyaman dengan semua ini. Ia merasa dirinya seperti dikerjai oleh Vency. Vency sepertinya sengaja untuk mempermalukannya. Buktinya, semua orang menertawakannya dan sudah dua jam pesta berlalu, belum ada tanda-tanda dimulainya pajamas party. Ia hanya duduk di sudut ruangan, seorang diri. Ia membayangkan pesta di rumah Erina, pasti sangat menyenangkan. Andai waktu bisa di ulangi, ia tidak akan ke pestanya Vency. Dalam hatinya, muncul rasa penyesalan karena telah memilih untuk pergi ke pesta ini.
Delia berdiri dan berjalan ke toilet. Belum sempat kakinya melewati pintu toilet, ia mendengar beberapa orang membicarakan dirinya sambil cekikikan. Suatu percakapan yang menyakitkan hati.
“Wah, sukses lo ngerjain dia, Ven. Ide lo emang benar-benar brilian,” puji Devi sambil memoleskan lipstick di bibir seksinya.
“Hahaha… percaya aja dia kita suruh pakai baju tidur,” Bella tertawa.
“Jadi gue menang, kan?” ucap Vency bangga.
“Yeah… tapi duitnya ntar dulu, ya. Lagi kanker nih!” kata Bella.
“Ye… lagi bokek berani ngusulin taruhan,” omel Devi.
“Tapi, nggak apa-apa, deh. Kan, biar ada hiburan di pesta gue.”
“Ngomong-ngomong, dia itu temannya Erina yang sok pintar itu, kan?” tanya Devi.
Kata-kata Devi menjadi pisau tajam dan menancap tepat di hati Delia.
“Sok pintar? Erina memang pintar, tapi ia tidak sombong seperti kalian!” Jerit batin Delia.
“Iya, si cupu yang pelit itu, yang nggak pernah kasih kita jawaban waktu ulangan. Dia kan ulang tahun juga hari ini. Pasti dia sedih banget, karena temannya lebih memilih ke pesta gue dan dikerjain sama gue. Hahaha…”
Tak terasa, air mata Delia mengalir dan bergulir di pipi. Ia berlari keluar dan tanpa sengaja bertubrukan dengan seorang cewek.
“Aduh… mata lo di taruh di mana, sih?! Lihat, nih, minuman gue tumpah di baju gue. Baju gue ini mahal, tau!” omel cewek itu.
“Ada apa, sih, Mel?” tanya teman cewek itu, kemudian teman-teman lainnya berdatangan untuk melihat apa yang terjadi.
“Ini, cewek aneh yang salah kostum, numpahin minuman ke baju gue.”
“Idih, ngapain juga, sih, cewek kampungan kayak lo datang ke pesta elit begini? Pake baju tidur, lagi! Nggak malu, lo? Kalo gue jadi elo, pasti gue sudah pulang dan nggak akan berani nongolin muka gue, karena gue salah kostum. Yah, tapi gue maklumlah, orang kampung dan cupu kayak lo urat malunya sudah putus alias nggak tahu malu. Mending sekarang lo pulang, daripada ngerusak pesta ini,” kata teman cewek tadi.
Delia benar-benar sudah tidak bisa menahan dirinya untuk pergi dari pesta itu. Ia malu sekali, apalagi setelah itu, semua orang menertawakan dan mengejeknya. Ia berlari keluar dari rumah itu. Berlari dan terus berlari…
Betapa menyesalnya Delia karena telah salah memilih. Seharusnya sekarang ia sedang bersenang-senang dengan Erina dan teman-teman lainnya. Biarpun mereka di cap sebagai kelompok orang cupu, tetapi dia merasa lebih nyaman berada di antara mereka, daripada dengan kumpulan orang-orang terkenal yang suka menggosip, menghina dan mengerjai orang.
Seharusnya dia tidak meninggalkan pesta Erina, sahabat sejatinya yang jelas-jelas menyayangi dirinya dan tidak mungkin mengerjainya seperti ini. Seharusnya ia tidak memilih pergi ke pesta hancur dan makan hati seperti ini. Delia salah pilih. Namun apa daya, memang penyesalan selalu datang di akhir masa.
Itulah suasana pesta ulang tahun Vency. Dalam sekejap rumah gede Vency di sulap menjadi diskotik. Delia hanya celingukan seperti orang bodoh di tempat itu. Bajunya juga lain dari pada yang lain. Semua berpakaian serba terbuka atas bawah, sementara dia memakai baju tidur pink motif bunga-bunga dengan boneka teddy bear kecil dipelukannya.
Jelas-jelas kata Vency tadi siang, tema pestanya adalah pajamas party, tapi kenapa hanya dia saja yang memakai baju tidur? Apakah ia salah dengar, tadi? Tidak mungkin! Atau, apakah dia salah masuk rumah? Saat ia beranjak pergi, namanya dipanggil.
“Hai, Delia. Lo mau ke mana? Pesta baru aja di mulai, kok lo udah buru-buru mau pulang?” Tanya Vency sambil menahan tawa.
“Ven, gimana, sih? Tadi siang kamu bilang kalo aku harus pakai baju tidur karena tema pestamu pajamas party, kok sekarang cuma aku yang pakai baju tidur?”
“Oh, jadi lo kira lo saltum gitu? Nggak lagi, Del. Ini baru pesta awal. Ntar lagi mereka ganti baju tidur, kok. Nyantai aja, kali.”
Vency menarik tangan Delia ke meja di sudut ruangan, lalu memberinya minuman.
“Nyantai aja, Del. Ntar, kalo cowok-cowok itu sudah pulang, baru kita mulai pajamas partynya. Sambil nunggu, lo minum aja dulu, nih,” Vency menyodorkan segelas minuman keras.
Delia meminumnya sedikit dan merasa mual, “Minuman apa ini, Ven? Kok rasanya aneh?”
“Itu minuman dari luar negeri. Jelas aneh, lo kan baru pertama kali minum itu. Lo duduk di sini aja dulu, gue mau ke tempat teman-teman gue dulu. Atau mungkin lo mau ikutan nge-dance, juga boleh. Nikmati aja pestanya,” kata Vency, lalu ia pergi sambil cekikikan.
Vency mengajak Delia untuk menikmati pesta ini, tetapi Delia sama sekali tidak nyaman dengan semua ini. Ia merasa dirinya seperti dikerjai oleh Vency. Vency sepertinya sengaja untuk mempermalukannya. Buktinya, semua orang menertawakannya dan sudah dua jam pesta berlalu, belum ada tanda-tanda dimulainya pajamas party. Ia hanya duduk di sudut ruangan, seorang diri. Ia membayangkan pesta di rumah Erina, pasti sangat menyenangkan. Andai waktu bisa di ulangi, ia tidak akan ke pestanya Vency. Dalam hatinya, muncul rasa penyesalan karena telah memilih untuk pergi ke pesta ini.
Delia berdiri dan berjalan ke toilet. Belum sempat kakinya melewati pintu toilet, ia mendengar beberapa orang membicarakan dirinya sambil cekikikan. Suatu percakapan yang menyakitkan hati.
“Wah, sukses lo ngerjain dia, Ven. Ide lo emang benar-benar brilian,” puji Devi sambil memoleskan lipstick di bibir seksinya.
“Hahaha… percaya aja dia kita suruh pakai baju tidur,” Bella tertawa.
“Jadi gue menang, kan?” ucap Vency bangga.
“Yeah… tapi duitnya ntar dulu, ya. Lagi kanker nih!” kata Bella.
“Ye… lagi bokek berani ngusulin taruhan,” omel Devi.
“Tapi, nggak apa-apa, deh. Kan, biar ada hiburan di pesta gue.”
“Ngomong-ngomong, dia itu temannya Erina yang sok pintar itu, kan?” tanya Devi.
Kata-kata Devi menjadi pisau tajam dan menancap tepat di hati Delia.
“Sok pintar? Erina memang pintar, tapi ia tidak sombong seperti kalian!” Jerit batin Delia.
“Iya, si cupu yang pelit itu, yang nggak pernah kasih kita jawaban waktu ulangan. Dia kan ulang tahun juga hari ini. Pasti dia sedih banget, karena temannya lebih memilih ke pesta gue dan dikerjain sama gue. Hahaha…”
Tak terasa, air mata Delia mengalir dan bergulir di pipi. Ia berlari keluar dan tanpa sengaja bertubrukan dengan seorang cewek.
“Aduh… mata lo di taruh di mana, sih?! Lihat, nih, minuman gue tumpah di baju gue. Baju gue ini mahal, tau!” omel cewek itu.
“Ada apa, sih, Mel?” tanya teman cewek itu, kemudian teman-teman lainnya berdatangan untuk melihat apa yang terjadi.
“Ini, cewek aneh yang salah kostum, numpahin minuman ke baju gue.”
“Idih, ngapain juga, sih, cewek kampungan kayak lo datang ke pesta elit begini? Pake baju tidur, lagi! Nggak malu, lo? Kalo gue jadi elo, pasti gue sudah pulang dan nggak akan berani nongolin muka gue, karena gue salah kostum. Yah, tapi gue maklumlah, orang kampung dan cupu kayak lo urat malunya sudah putus alias nggak tahu malu. Mending sekarang lo pulang, daripada ngerusak pesta ini,” kata teman cewek tadi.
Delia benar-benar sudah tidak bisa menahan dirinya untuk pergi dari pesta itu. Ia malu sekali, apalagi setelah itu, semua orang menertawakan dan mengejeknya. Ia berlari keluar dari rumah itu. Berlari dan terus berlari…
Betapa menyesalnya Delia karena telah salah memilih. Seharusnya sekarang ia sedang bersenang-senang dengan Erina dan teman-teman lainnya. Biarpun mereka di cap sebagai kelompok orang cupu, tetapi dia merasa lebih nyaman berada di antara mereka, daripada dengan kumpulan orang-orang terkenal yang suka menggosip, menghina dan mengerjai orang.
Seharusnya dia tidak meninggalkan pesta Erina, sahabat sejatinya yang jelas-jelas menyayangi dirinya dan tidak mungkin mengerjainya seperti ini. Seharusnya ia tidak memilih pergi ke pesta hancur dan makan hati seperti ini. Delia salah pilih. Namun apa daya, memang penyesalan selalu datang di akhir masa.
THE END
Nama: Dian Meilyani
Blog : ann-fdlove.blogspot.com
Post a Comment
-Be nice there
-Ask something? Just ask in the box of things
-U smile, I smile