Dalam
tatapan tajammu-pun aku masih sanggup melihat cinta disana. Dalam setiap
hembusan nafasmu-pun, aku masih sanggup mendengar nafas itu untukku. Dalam
sebuah tawamu-pun, aku masih sanggup melihat tawa itu untukku. Dalam setiap
jejakmu-pun, aku masih sanggup melihat jejak itu tertinggal untukku. Untukku
yang selalu menunggumu, menunggu hal yang indah untuk bersamaku. Dalam gelap,
aku masih mampu melihatmu. Masih mampu berlari mengejar sosokmu.
Tak
lama kemudian, aku tersadar. Aku mulai lelah mengejar sosokmu yang berlari
seperti citah. Aku duduk sendirian saat memandangi indahnya hujan yang selalu
aku suka. Duduk termenung dalam kesendirianku yang mulai haus akan tertawa
bersama sosok yang begitu aku cinta. Hanya ditemani oleh sebuah rindu dan
milyaran kenangan saat bersamamu. Kenangan yang terukir bersama dengan hujan
dan hembusan angin.
Aku
sudah terbiasa sendirian sejak kehilanganmu. Tak tau harus apa dan bagaimana
sejak malam dimana aku menerima telepon bahwa kita harus menjalani hidup kita
masing-masing, tidak seperti dulu. Keputusan yang cukup berat aku terima hingga
akhirnya aku terbiasa dengan kesendirianku. Namun aku masih dengan hati yang
sama, dengan prinsip yang sama bahwa Tuhan sedang menguji kita untuk disatukan
kembali suatu saat nanti.
Angin
masih mendekapku erat hingga akhirnya aku tersadar bahwa aku tidak sedang merasakan
cinta seperti yang orang lain rasakan. Aku hanya termenung memikirkan apa yang
sempat kau janjikan denganku, ternyata itu hanya kata-kata manis yang sempat
kau ucap untukku bukan janji yang akan terwujud bersamaku. “Omongan lelaki
seharusnya memang tidak aku masukkan ke dalam hati yang hanya bisa
menyakitiku”, gumamku sambil tertawa.
Aku yang mudah luluh dan termakan oleh janji
palsumu.
tatanan kalimatnya bagus ! Good !
ReplyDelete