Aku yang sering tertegun oleh tingkah menyenangkanmu hanya bisa tersenyum dalam tangis memandangi foto kita dulu. Aku yang mudah tertawa karena ulahmu yang lucu itu hanya bisa merindukannya dalam hati saja. Aku yang sering merindukanmu kini hanya bisa menyimpannya dalam angan kisah melankolis yang semu. Membiarkannya terhempas angin dan menyelipkannya dalam butiran doa yang mengalun indah untuk Sang Pemuas Cinta. Tak berani menyapa, tak berani mengadu dan tak berani menyentuh. Hanya diam.. seperti biasa..
Mencintai tak pernah
semudah menuliskan kata cinta, tak pernah semudah menghirup semilir
angin yang lembut, tak pernah semudah menghempaskan kertas-kertas rusak
yang dimakan tinta, tak semudah menghentikan dentuman musik yang kian
menderu, tak semudah memandangi bintang bersama orang yang istimewa, tak
semudah bayangan diri yang terekam sinar matahari, tak semudah
memperhatikan setiap senyuman orang disekitar, tak semudah itu.. tak
pernah semudah itu... tak pernah...
Kamu yang semakin hari semakin dirindu mungkin tak pernah sadar betapa indahnya duniamu sehingga aku begitu ingin masuk kedalam duniamu itu. Lagi dan lagi aku berpeluh kesah dengan rindu, memaksa hati tuk segera pergi meninggalkan cermin kosong masa lalu. Membuka jendela dengan sinar putih yang hampir mengambil penglihatanku.Terpesona.
Aku yang semakin merindumu dalam diamku kembali menyembunyikan perasaan yang begitu sulit untuk disembunyikan. Walau aku tahu, aku tak akan pernah bisa menyembunyikan perasaan itu. Semua orang pasti akan memiliki pendapat yang sama tentang apa yang aku rasa. Aku tak pernah tau bagaimana caranya untuk menghapuskan perasaan ini. Aku yang tak bisa mengungkap perasaan ini kadang merasa begitu tertekan. Ingin berteriak namun tak bisa. Ingin berkata banyak tapi tak mampu. Seolah-olah ada dinding yang membentengi diriku menjadi sedikit tertutup; mungkin karena ketidakpercayaanku kepada banyak orang.
Ingin meruntuhkan dinding-dinding itu tapi aku pun tak mampu. Dinding yang begitu kokoh sudah menjadi pagar di kehidupanku sejak lama. Aku yang sering ingin membebaskan diri untuk menjadi yang lebih dari yang aku bisa pun sulit dilakukan, aku selalu terseret perlahan ke dinding yang semula. Merenung.
Aku yang sempat takut jatuh cinta kini telah terlena akan nestapa dunia yang semakin lama semakin membius lara. Menghancurkan prinsip dan konsep diri. Hingga aku kembali memeluk tubuh besar yang selalu ada untukku, Ayah. Lagi dan lagi, Ayah yang selalu ada untukku, menjaga tubuh kecil mungil yang selalu dicintainya ini.
Menangis-haru..
tulisannya kerennn
ReplyDelete